Rabu, 03 Oktober 2012

'cerpen pertamaku, tentang Nagan raya dan Manado' - Bagian Akhir

Pagi terakhir di tahun 2006 itu, aku mengantar Irene dan ayahnya ke Bandara Cut Nyak Dhien- Nagan Raya. Aku masih ingat dengan jelas kata-kata terakhir Irene sebelum naik tangga pesawat.

“Cut, terimakasih untuk persahabatan yang indah yang telah kau berikan untukku. Juga untuk kue karah. Jika Tuhan tidak mengizinkan kita untuk bertemu lagi, maka semua yang telah kau beri akan kubawa sampai mati.”

Aku hanya tersenyum. Aku  bahagia karena persahabatan kami ternyata sangat berarti baginya. Bagiku apalagi. Aku sangat yakin kami akan bertemu lagi.

Ketika pesawat Fokker itu telah lepas landas aku hanya bisa melambaikan tangan sekuat-kuatnya dengan rasa sedih yang masih membuncah, berharap Irene juga melakukan hal yang sama dari dalam pesawat. Semakin lama semakin kecil dan jauh tampak pesawat itu lalu menghilang di awan membawa sahabatku terbang. Ayah memelukku. Tangisku pun pecah untuk pertama kalinya.

Keesokan harinya, sejak pagi aku kembali sibuk membantu ibu dan nenek membuat karah. Hari itu aku libur sekolah karena tahun baru. Aku ingat Irene. Aku tau dia pasti senang bisa merayakan tahun baru bersama omanya di Surabaya. Dia sms melalui Hp ayahku, mengabarkan dia telah tiba di Surabaya kemarin siang dan akan terbang ke Manado hari ini. Dia juga  berjanji akan mengabariku lagi setibanya di Manado.

Jam 12. 35 WIB. Aku  kembali menerima SMS dari Irene yang mengabarkan bahwa sebentar lagi pesawatnya akan take off dan aku hanya mengucapkan selamat jalan.

 ”Aku naik Adam Air no penerbangan 574,” begitu akhir kalimat sms Irene. Aku tidak tau apa-apa tentang penerbangan. Aku belum pernah naik pesawat. Aku benar-benar tidak tahu.............



(12: 49 WIB, 1 Januari 2007. Pesawat Adam Air No penerbangan 574, lepas landas dari bandara Surabaya.

13: 29 WIB. “ Adam…., posisi di mana? Oh Tuhan, dia terbang ke utara!” kalimat itu meluncur dari pemandu menara pengawas Makassar. Dari radar di bandara Hasanuddin ia melihat pesawat Adam Air 574 jurusan Surabaya – Manado itu melenceng dari jalur semestinya. Pesawat itu malah berbelok menuju Majene...)



Nenek menyuruhku mengaduk adonan. Aku teringat Irene. Dia pasti sedang terbang di atas awan sekarang. 



(Pilot Refri Agustian Widodo dan kopilot Yoga sibuk memperbaiki alat, dan tidak sadar bahwa pesawat telah miring ke kanan lebih dari 35 derajat. Alarm di dalam kokpit berbunyi : bank angle, bank angle, bank angle…….. Itu menandakan kemiringan sudah melewati batas kenyamanan penumpang.



913: 58: 20 WIB

Pilot : “Jangan dibelokin! Ini heading (arah) kita.”

13:58:36

Kecepatan pesawat melewati Mach 0,82 (974 km/jam) – batas yang didesain untuk Boeing 747-400. Lima belas detik kemudian menjadi 1.105 km/jam. Suara udara kian bising. Pesawat miring ke kanan 100 derajat. Moncongnya menukik 60 derajat.)

      

Aku mulai menaruh adonan dalam tempurung untuk menggoreng karah. Minyak sudah panas. Aku berharap Irene nyaman dalam penerbangannya.



(13:59                                                                                

Kopilot  : “ Naik!   Naik!   Naik!   Naik!   Naik!   Naik! ”

13:59:05

Terdengar suara dentaman keras,

Dumm……,dumm…!

13:59:24

Kotak suara berhenti merekam di ketinggian 2.743 meter.)



Tuk... tuk... tuk...tuk...tuk.....aku mulai mengetuk-ngetuk gagang tempurung di atas minyak panas, ditemani boneka merah jambu pemberian Irene dalam pangkuanku. Terasa dia ada di sampingku. Adonan tepung mulai keluar, membenang masuk ke dalam minyak. Air mataku pun mulai keluar. Aku benar-benar teringat Irene. 

Tuk…tuk..tuk..tuk…tuk……..tanpa terasa tiga tahun sudah berlalu. Suara pembuatan karah tetap terdengar di rumah nenek. Namun sekarang sungguh berbeda. Karena di setiap alunan suara itu tetap ada suara tawa Irene yang khas, tawa seorang sahabat yang jasadnya terkubur di dasar laut Majene. Tetapi cinta dan persahabatannya terkubur dalam jiwaku untuk selamanya.





***cut aja mawaddah rahmah alydrus***       

        ***Jeuram, 18 Mei 2010***





Catatan: sumber detik-detik  tragedi Adam Air 574

              Majalah Tempo Edisi 31 Maret- 6 April 2008
READ MORE - 'cerpen pertamaku, tentang Nagan raya dan Manado' - Bagian Akhir

'cerpen pertamaku, tentang Nagan raya dan Manado'

KARAH

elegi buat Irene


            Tuk…tuk…tuk…tuk....... Suara ketukan lembut berirama yang sambung menyambung dari dapur rumahku membuat dadaku terasa sesak. Padahal suara ketukan kayu kecil pada gagang tempurung para pembuat kue karah itu sudah dari aku kecil selalu aku dengar. Nenek dan ibuku adalah perajin karah. Aku juga sudah membantu mereka sejak aku kecil. Tapi sekarang ketukan itu menjadi nada sendu.  Setiap aku mendengarnya, aku selalu ingat  Irene.

Aku kenal Irene memang karena karah juga. Ayahnya bekerja di sebuah NGO yang membantu daerah kami yang porak poranda akibat musibah tsunami. Sementara ayahku bekerja sebagai supir pribadi Pak Daniel, ayah Irene.

Ketika Pak Daniel pulang mengunjungi keluarganya di Manado, ibu memberinya karah sebagai oleh-oleh. Karena cuma itu yang ada di rumah kami. Ternyata Irene suka karah. Saat Pak Daniel datang ke rumahku, ia menelpon Irene di depanku. Lalu sambil tersenyum ia berikan Hpnya padaku.

”Nih, ada yang mau ngomong sama kamu,” kata Pak Daniel kepadaku.

Aku kaget., dengan malu-malu aku terima Hpnya.

”Hallo, aku Irene. Kamu Cut kan?” aku tambah terkaget-kaget. Irene terus nyerocos, bilang terima kasih untuk kuenya dan mengajak aku ngobrol lama. Seakan kami sudah lama kenal. Dari sinilah aku dan Irene memulai persahabatan sejati kami.

Sejak itu Irene sering menelpon atau sms melalui Hp ayahku. Sama-sama masih kelas 1 SMP dan sama-sama anggota PMR membuat kami makin akrab. ”Tapi sebenarnya kue karahlah yang membuat aku makin sayang kamu,” tulis Irene dalam sms di Hp ayah. ”Aku mau berkunjung ke tempat kamu. Boleh, kan?”

Hah, ... Irene mau datang ke kampungku? Rasanya seperti mimpi. Aku tak sabar menunggu tanggal kedatangan Irene. Aku juga sudah berjanji pada Irene kalau aku akan memenuhi janjiku untuk menemaninya belajar membuat karah pada nenek. “Aku sangat ingin tau lebih jauh tentang kue karah yang kamu kirimkan untukku lewat ayah beberapa waktu lalu, Cut. Bentuk runcing segitiganya sangat unik,” sms Irene waktu itu.

          Penghujung  tahun 2006 Irene pun ikut ayahnya ke kampungku. Pagi yang cerah itu aku dan ayah  menjemput Irene dan ayahnya di Bandara Cut Nyak Dhien. Mobil double cabin itupun akhirnya berhenti tepat di halaman parkir bandara.  Aku sudah tak sabar ingin bertemu Irene. Kupercepat langkah-langkah kecilku.  Sambil menarik lengan ayah, aku terus berjalan ke arah seorang gadis cantik yang berdiri di samping Pak Daniel.



 “Irene …??” sapaku dengan gugup.

“Ya. Aku Irene, dan kamu…., kamu pasti Cut Putroe kan..?”

          Akupun mengangguk dan aku masih terpaku memandangi wajahnya yang sangat cantik. Kulitnya putih bersih. Matanya bersinar. Irene benar-benar  mirip dengan orang-orang kaya yang kulihat di TV. Setelah itu kami saling berpelukan, seakan mengisyaratkan bahwa ia sangat ingin berjumpa denganku. Begitu juga aku.

“Cut, di sini sama seperti di Manado,” kata Irene.

“Manado juga ada pantainya, Ren ?”

“O iya, Cut. Manado kota pantai tapi ada juga  bukitnya.  Pantainya indah sekali Cut, pasirnya berwarna putih. Beberapa menit naik speed boat, kita sampai di pulau Bunaken. Di laut kita juga bisa menyelam, soalnya airnya dangkal. Kita bisa lihat ikan-ikan dan terumbu karangnya,” Irene promosi kotanya.

“Wahhh, seperti di TV ya, Ren ?”

“Seperti itulah, Cut. Nanti kapan-kapan kamu ke Manado, aku traktir makan di  Boulevart, indah banget, Cut !.”

“Aduh, andai saja aku bisa ke Manado…” kataku lirih.

“Suatu saat kamu pasti bisa ke Manado, percaya deh sama aku,” Irene menghiburku.

“Manado itu penghasil kopra terbesar di Indonesia ya,?” tanyaku. Aku baca begitu di buku pelajaran SD.

“ Benar Cut, penghasil cengkeh juga, lho,” jelasnya lagi.

“ Wah, hebat ya. Udah daerahnya bagus, hasil alamnya juga banyak. Ren, kue karah perlu kelapa lho, karena minyaknya dipakai untuk menggoreng dan batoknya jadi tempat cetakan,” aku mulai menjelaskan tentang karah.

“Oh ya, Cut? Aku baru tau nih. Wah, kalau gitu kita bisa bikin bisnis kue karah dong.... Aku pemasok salah satu bahan bakunya dan kamu yang produksi kue di sini, lalu kita pasarkan deh, baik di Aceh maupun di Manado. Gimana ?”

“ Ide yang bagus sih, tapi kapan terwujudnya ? SMP saja kita belum tamat.”

“Ya maksudku juga kapan-kapan sih…”

“ Ha…ha..ha…”

Lalu kami pun tertawa bersama bagaikan sebuah paduan suara.

Kami menyambut malam bersama di kamarku yang sangat sederhana setelah  makan malam di atas selembar tikar, dengan menu ikan limbek dan daun pakis yang ditumis oleh ibuku diterangi cahaya lilin karena malam itu listrik padam di desaku karena pemadaman bergilir. Irene si gadis cantik itu pun terlelap dengan boneka merah jambunya yang terus didekap.

Ah, Irene gadis Manado yang sudah tertidur pulas di malam pertamanya kampungku, pantai barat Aceh, tempat yang amat jauh dari kampung halamannya. Ia datang hanya demi sebuah persahabatan dan sebuah keingintahuan tentang kue khas kami, karah. Begitu unik dan berartikah kue karah itu bagi Irene? Seorang gadis yang padahal tidak sedikitpun punya darah Aceh. Padahal kue tradisional ini  sudah lama hanya menjadi simbol adat dan terlupakan oleh generasi muda kami. Mungkin juga akan terhapus begitu saja oleh waktu, hanya karena penerus daerah ini sudah sangat mengandrungi kue-kue asal luar negeri.

Keesokan harinya, aku dan Irene memulai semua petualangan kami tentang kue karah. Beruntung cuaca pagi ini sangat cerah.

“Ren, hari ini kebetulan nenek mau membuat kue karah ukuran besar, untuk acara adat .”

“Yang benar, Cut?”

“Benaran, Ren, diameternya ada yang sampai 25 cm, sebutannya karah tapak gajah.”  Aku segera menarik lengan Irene menuju rumah nenek yang tidak jauh dari rumahku.

“Wah… besar sekali, gimana cara bikinnya ini?” Irene penasaran begitu melihat beberapa karah besar yang sudah dibuat nenek. ”Seperti untaian benang ya..., rapi banget. Rajutnya pakai jarum ya...terus kalau karahnya sebesar ini, gimana dengan cetakannya ya...sebesar apa?”

Aku tertawa lepas mendengar pertanyaan-pertanyaan Irene. Dia berbicara begitu cepat dan panjang seakan tak ada waktu lagi untuk dia bertanya setelah ini.

“Sahabatku yang cantik, semua pertanyaan itu akan segera terjawab setelah

kamu melihat sendiri proses pembuatannya. Ren, coba kamu lihat tepung itu!”

“Yang sedang dijemur itu, Cut?”

“Ya, itu adalah tepung yang akan dibuat menjadi karah nanti. Nah, kamu sekarang pasti ingin bertanya, kenapa tepung itu mesti dijemur dulu sampai kering, iyakan?”

Irene mengangguk. Akupun coba menjelaskan sebisaku.

“Ren, tepung yang dipakai untuk proses pembuatan karah itu nggak sembarangan lho. Bahkan, tepung itu lebih baik tidak dibeli di pasar atau ditoko, tapi ditumbuk sendiri karena kata nenek ada jenis beras tertentu yang bisa menghasilkan kue karah yang bagus. Nah, kamu lihat deh, ini adonan karah yang sudah jadi. Ini yang kemudian akan dibuat menjadi karah,” Irene manggut-manggut mendengar penjelasanku.

“Bagaimana dengan apinya, Cut ?” tanya Irene

“Apinya juga harus sesuai, kalau terlalu besar bisa hangus. Kalau terlalu kecil pun bisa tidak jadi. Nah, yang ini cetakannya terbuat dari tempurung kelapa, gagangnya dari kayu atau bambu supaya tidak panas dipegang,” jelasku lagi sambil memperlihatkan bagian bawah tempurung yang diberi lubang-lubang kecil yang bersusun rapi melingkar supaya adonan tepung bisa keluar.

Tuk…tuk..tuk……….. Suara gagang tempurung yang diketuk lembut dan berirama oleh orang-orang yang sedang membuat karah di rumah nenek terus terdengar. Irene hanya terpaku. Matanya hampir tidak berkedip melihat proses pembuatan karah. Sementara aku hanya tersenyum melihat tingkah Irene yang begitu menggemaskan.

“Wah, Cut, ternyata bukan hanya suara ketukan yang khas, tapi juga tangan pembuatnya yang harus

terus bergerak memutar cetakan.  Tadinya aku pikir karah itu diproses dengan menggunakan cetakan modern. Tapi ternyata tidak. Malahan pembuatannya seperti pertunjukan seni saja. Hehehe,  lucu dan unik,” begitu komentar Irene.

“Nah, sekarang kamu sudah tau kan, kalau pembuatan karah itu tidak dimasak dalam cetak tapi dimasak sambil dikeluarkan sedikit demi sedikit dari cetakannya. Jadi, meskipun karahnya sebesar telapak gajah, no problem yang penting  wadah tempat penggorengannya muat,” aku makin semangat menjelaskan.

Aku dan Irene saling berpandangan, lalu kami tak bisa menahan diri untuk tertawa sebesar-besarnya. Entah apa yang membuat kami tertawa, kami pun tidak tau.

“Nah, sekarang waktunya aku dan kamu membuat karah kita masing-masing, gimana?” aku mengajak

Irene memulai sesuatu yang sudah lama ia tunggu-tunggu.

“Oh right….Ide yang bagus,” Irene tampak antusias.

“Nih.. kamu ambil alatnya dulu, lalu kamu pukulkan pelan-pelan ke dalam wadah di depannya, ya” aku menyodorkan semua bahan-bahan yang telah disiapkan ibu.

“Tempat ini disangkut ke kawatnya dulu, ya ?” tanya Irene

“Yap.. hati-hati, Irene.”

“Aku mulai bikin ya, Cut……”

“Tuk…tuk…tuk….”

“Ha..ha..ha…”

Kami tertawa bersama.

“Hati-hati hangus, Ren,”

“Eh, iya-iya…..duh, deg-degan,” jawabnya. Akhirnya karah buatan Irene pun selesai. Tapi bentuk nya sungguh tak karuan.

“Ini mah bukan bentuk segitiga, tapi bentuk segi tak beraturan dan tidak ada dalam kamus matematika,” kataku melihat hasil buatan Irene. Tapi sungguh itulah proses pembuatan karah yang terindah dalam hidupku. Mungkin juga bagi Irene.

“Cut, aku punya ide. Gimana kalau suara tuk..tuk..tuk… pembuatan karah itu

kita jadikan musik. Sambil membuat karah kita bisa bikin musik atau nyanyian,” Irene menawarkan idenya. Boleh juga tuh.

“Setuju…..!!” aku langsung sepakat. ”Tapi kalau nyanyiannya lagu patah hati, ketukannya lambat dong, jadi...........”

“Jadi karahnya hangus karena saking lambat dan sedihnya…!!” Irene langsung menyambung perkataanku.

Kami kembali tertawa untuk kesekian kalinya sampai membuat nenek membelalakkan matanya.

Tak terasa 2 hari berlalu begitu cepat. Dan ketika Irene harus kembali ke Manado, aku begitu sedih harus berpisah.

“Cut, boneka ini untukmu!” Irene memberikan boneka merah jambunya itu padaku.

Pada awalnya aku menolak, karena aku tau itu adalah boneka kesayangannya. Tapi Irene terus memaksa sampai aku harus menerima boneka itu. Jujur, aku sangat senang menerima hadiah boneka itu dari Irene karena selama hidupku aku belum pernah punya boneka sebagus ini.

“Cut, makasih banyak ya. Kue karah yang kita buat bersama ini akan aku bawa pulang dan aku tunjukkan pada teman-temanku di Manado. Walaupun bentuknya tak karuan tapi yang terpenting adalah aku sudah tau bagaimana proses pembuatan karah.  Aku tidak langsung ke Manado, singgah ke Surabaya dulu ke tempat Oma, malam tahun baru kumpul di rumah oma,” kata Irene


Bersambung...........................
READ MORE - 'cerpen pertamaku, tentang Nagan raya dan Manado'

**Untukmu, penyemangatku ..**

Dalam sekejap kau hadir, saat hati dan perasaan ini benar-benar galau ..

Kau sulutkan api itu, dan kau percikkan setetes cahaya ISLAM dan ILMU darimu ..

Hingga detik-detik terakhir kita bersama, masih sempat kudengar berbagai kata penuh MOTIVASI untukku ..



'TIDAK ADA ORANG YANG SEMPURNA' .. aku ragu kata itu berlaku untukku 'saat ini..'

karena ke-SEMPURNA-an terpancar dari sikap dan akhlak mu ..

kali ini, benar-benar kutemukan itu dari seseorang sepertimu ..

entah aku terlalu memuja, aku tak tau .. !

atau aku hanya sedang silau, karena sinar yang kau pancar dalam gelapku?, aku makin tak tau...!



Sejenak kau hadir dalam hidupku, hanya 1 kali kita sempat saksikan mentari dan bulan hadir, bersama ..

Dan Kini kau berlalu.. membuat rasa pilu direlung hatiku semakin membeku

Sepanjang perjalan ini, rekaman indah yang berisi saat-saat kita bersama kemarin sore masih terus kucoba putar kembali..

Ternyata aku mulai menemui, apa yang sedang dicari oleh jiwa hampa ini ..

Sosok mu terus mengangkasa direlung-relung megaku

Saat batas Senja itu memisahkan kebersamaan kita..bersama airmata aku hanya bisa berharap .. Suatu saat aku bisa menjadi sepertimu, MOTIVATORKU.. segalanya yang kau pernah ajarkan padaku, tentang cinta, islam dan ilmu, akan tetap ku kenang bersama rasa rinduku untukmu .. aku berjanji, akan berusaha menjadi dewasa dan berkembang dengan tetap menjaga batas-batas yang ditetapkan agama kita, ISLAM.

TERIMAKASIH KU .. **TAF** SEMOGA ALLAH SELALU MENYERTAIMU DAN MEMPERTEMUKAN KITA LAGI. AMIN





Banda Aceh-Sigli.. Coet noera al-aydrus.. 04_Des_2011 .. 6:05 PM

WebRepOverall rating
READ MORE - **Untukmu, penyemangatku ..**

"Aku masih disini.. Meskipun aku Sendiri .."




Aku tau, goresan ini takkan meluluhkan hatimu .. meski kau baca berulang kali

Aku tau, senyum atau airmataku takkan menggoyahkan jiwamu .. meski itu trus ku ulangi ..

Aku tau, canda atau tangisku sudah tak berarti ..

Dan aku mulai mengerti ..



Saat senja menjelang aku terbungkam.. mencoba menikmati kesendirian dengan berjuta melodi

Saat Fajar merekah aku terdiam .. mencoba menikmati perih dengan beribu misteri ..

CINTA ..

aku tau, saat ku coba goreskan sajak yang tak indah ini..

mereka yang tlah dewasa sering kali tersenyum kecut dan berfikir ..

'Dia masih belia, cinta sudah identik dengannya, namun itu hanya semusim saja.. dan seperti biasa, akan cepat terlupa..'

dan ku balas dengan kata 'aku tak butuh argumen yang tak bermakna.. dari kalian, orang Dewasa !'



Lupakan saja itu .. abaikan saja mereka yang selalu menganggap semua remaja belum paham apa arti rasa .. !

Aku kembali dalam kesendirian ini .. menatap langit yang mulai berhias bintang ..

Belajar tuk menerima semua ini memang berat,

Kesendirian memang selalu berhasil membuatku menitikkan airmata.

Tapi ini indah .. sendiri dengan sejuta asa dan harapan yang belum sirna

Meski sejuta bidadari mulai bosan menari dan bernyanyi bersamaku,

Meski sejuta persepsi orang dewasa terus menyerang pribadiku,

Meski kau yang sangat ku cinta terus coba lukai hatiku ..



Namun aku masih tetap disini .. ku jelang senja dan kulewati hari ..

Ku menari bersama megaku, Ku bernyanyi bersama pelangiku,

Aku kuat karena aku seorang remaja putri yang ditakdirkan untuk tetap KUAT..

Atas segalanya yang telah, sedang, dan akan kujelang ..



Apapun itu, aku ingin kalian tau :

'AKU MASIH DISINI.. MESKIPUN AKU SENDIRI...'

:')



coet noera al-aydrus, Jeuram 07-12-11. 7:57 PM
READ MORE - "Aku masih disini.. Meskipun aku Sendiri .."

^Do'a (Menjemput Harapan)^

Terlalu sungguh terlalu jika aku tak mampu

Memahami kenyataan yang harus aku hadapi

Seribu jalan terbentang menanti ku melangkah

Telusuri tertinggalnya jejak sebuah harapan



Bila esok hari aku masih tetap disini

Terhimpit alunan waktu kian lama berlalu

Kutertidur pulas di hitamnya mimpi burukku

Akankah ku sanggup terbangun kembali





Menatap cerahnya indah dalam hidupku

Yang kini selalu kucari tak pernah berhenti

Dan kuyakin satu waktu akan aku temui

Seberkas cahaya yang menyinari





Jalan panjang dan berliku harus ku tempuh

Dengan kuasaMu kumohon dan bersimpuh

Bukakanlah jalan yang ada dihadapku

Agar aku mampu menjemput harapku





Ku panjatkan tulus doa dengan sepenuh hati

Dalam harap cemas hati yang tak pernah berhenti

Mewarnai hitam putihnya kisah di hidupku

Mungkinkah sang waktu akan berpihak padaku





Semoga Tuhan menjawab semua

segala doa yang kupinta hingga akhirnya tercipta

Satu keinginan yang lama tak terungkapkan

tuk tunjukkan jalanku menjemput harapku



*Merpati*
WebRepOverall rating
READ MORE - ^Do'a (Menjemput Harapan)^

Aku Mencintai Tanah Ini, Antara Aku, Engkau dan Aceh

ANTARA AKU ENGKAU DAN ACEH

KUKENAL ACEH SEJAK LAMA

SAAT AKU PERTAMA MEMBUKA MATA DAN BERSIAP HADAPI ANGKUHNYA DUNIA !



KETEGARANNYA MENGALIR DALAM DARAHKU

KEBERANIANNYA  MENYATU DENGAN JIWAKU

KEAGUNGAN ISLAMNYA ADALAH NAFASKU

KEKUATANNYA  BERSEMAYAM BERSAMA RAGAKU

INDAH ALAMNYA  ADALAH KEBANGGAAN KU

KELEMBUTAN DAN KETABAHAN KAUM INONGNYA ADALAH IDENTITASKU



BAGIKU  PESONANYA TAK PERNAH PUDAR

KEMILAUNYA TAK PERNAH REDUP

MESKI DARAH PERNAH WARNAI TANAHNYA

JERIT ANAK DAN JANDA PERNAH BUNGKAMKAN BUMINYA

LUKA PERNAH MENGGORES BIRU LANGITNYA

TSUNAMI TELAH HANCURKAN SEPARUH HIDUPNYA

NAMUN SENYUM DAN HARAPAN MASIH MILIKNYA



WAHAI DUNIA DENGARKAN AKU !

JANGAN NODAI TANAH INI DENGAN MAKSIAT

JANGAN RACUNI GENERASI KAMI DENGAN BUDAYA LAKNAT

JANGAN HANCURKAN AKIDAH KAMI DENGAN AJARAN SESAT

JANGAN.. !



JANGAN ASINGKAN KAMI, DARI NEGERI ENDATU



KARENA CINTA KU..



CINTA MU..



CINTA KITA PADA ACEH..



ADALAHNYA CINTANYA ISKANDAR MUDA

CINTANYA RATU SAFIATUDDIN

CINTANYA TEUKU UMAR

CUT NYAK DHIEN

LAKSAMANA MALAHAYATI

TEUNGKU CHIEK PANTE KULU

TEUNGKU CHIEK DI TIERO

CUT MUETIA

PANGLIMA POLEM

DAN CINTANYA SEMUA SYUHADA..

YANG MENCINTAI TANAH INI

TANPA TAWARAN HARGA.. !



AKU MENCINTAIMU ACEH

DENGAN SEGALANYA..-





Cut Aja Mawaddah Rahmah Al-aydrus

Jeuram-Banda Aceh.. Mei 2012
READ MORE - Aku Mencintai Tanah Ini, Antara Aku, Engkau dan Aceh

Setelah Kau Dan Aku

Setelah Senja itu

Setelah mimpi itu melukai lelapku

Setelah kau hadir tanpa mampu ku hindari

Setelah semuanya terekam dalam ingat-ku

Setelah melodi indah mengalun begitu saja

Setelah kau menulis sebuah surat, tapi tak bersampul merah muda

Setelah aku membalasnya, tapi tak sempat kau baca

Setelah kau katakan semua yang kuharapkan

Setelah kau tersenyum, terus mengejarku

Setelah kau berjanji, hadir selamanya

Setelah senandung cinta, berhasil kita nyanyikan.. Bersama..

Setelah kusadari apa yang diisyaratkan.. Jiwaku..



Sebelum sempat kututurkan pelan direlung hatimu

Fajar merekah mengakhiri kisah yang baru saja kita mulai





Aku berharap ini hanya mimpi didalam mimpi

Aku tak pernah meminta untuk terbangun lagi

Jika itu hanya sekedar membuat aku tersadar

Kau tidak pernah ada dalam nyataku

Kau hanya bunga

Gugur sebelum merekah

Kau hanya bintang

Kejora di sisi senja yang tak pernah bisa kugapai

Lalu mengapa aku harus bermimpi tentangmu, dan tersadar begitu saja..?

Sementara saat ini kau biarkan angan tak bertepi menggugurkan angkuhnya airmata…!

Sementara saat ini kau biarkan asa menari lewat bait-bait yang tak sempurna..!

Setelah kau dan aku bersatu..

Dalam fatamorgana yang enggan menjadi nyata.



Not : Thanks for a beautiful dream FH.One day it will be true… :’)            

“Dream comes true..”
READ MORE - Setelah Kau Dan Aku